TRIGUN

Yasuhiro Nightow adalah salah satu mangaka favorit saya. Beliau punya taste yang unik dalam menggambarkan karakternya. Di satu sisi goresannya “Barat” dan “Timur” sekaligus. Yang paling utama, lewat “Trigun” dan “Trigun Maximum” beliau mengeksplorasi tema moralitas yang sebenarnya amat relatif.
Tema usaha manusia bertahan hidup di planet Smoke adalah setting utama, namun kisahnya berfokus pada segala misteri dibalik tokoh utama, Vash The Stampede.

saya tidak terlalu suka sekuens aksinya, kalah emosional jika dibandingkan “Get Backers”, “Gensoumaden Saiyuki” atau “One Piece”. Yang membuat saya kesengsem adalah kisahnya yang benar-benar intens mengeksplorasi kekalahan manusia dan dilemanya mempertahankan moralitas dalam lingkungan yang sudah tidak memiliki nurani. Pertanyaan esensial bahwa apakah manusia memiliki integritas moral, juga usaha tiada henti Vash menjaga nuraninya, dengan lancar diungkapkan Nightow.
Seringkali penggambarannya penuh kekerasan, berdarah-darah, dan sangat “Amerika”. Pistol dan mesiu adalah semiotika dari agresifitas manusia, dan menjadi representasi Nightow dalam menggmabarkan ambisi, naluri purba, serta sifat asli manusia.
Menurut saya, manga ini lebih pantas disebut “graphic novel” dibanding manga. Goresannya kaya dan ekspresif. Saya juga tidak terlalu mempermasalahkan keramaian panel. Bahkan kadang sering muncul pertanyaan menggelitik dari saya, apakah graphic novel harus berbentuk panel gambar minim sekuens dan penuh percakapan?
Sangat mungkin banyak orang yang sebenarnya ragu-ragu seperti saya untuk membedakan antara graphic novel dan manga ataupun komik (???). Jika parameternya adalah intensitas panel kata-kata, maka bisakah “Death Note” karya Takeshi Obata disebut Graphic novel?
Atau masterpiece seperti “Vagabond”-nya Takehiko Inoue karena mayoritas berkisah lewat gambar, cukuplah disebut manga? Toh patokan saya menilai suatu karya visual bercerita (baca:Komik) hanyalah pada cara penyajian ceritanya. Soal kualitas shading, nirmana, komposisi, dan angle, itu saya serahkan pada anda yang advance saja pengetahuannya.
Pokoknya hidup Trigun!
(Saya juga masih merindukan karya lokal setara R.A Kosasih, atau Ganes T.H)

4 Tanggapan to “TRIGUN”

  1. setuju…saya juga suka sama TRIGUN MAXIMUM …goresannya Timur-Barat yah? mmm…iya juga sih 🙂 suka buat komik sendiri enggak? kalau aku suka tapi nggak sebagus Yasuhiro Naitou sih….

    salamkenal 😉

  2. tapi saya pikir rating oleh ELEXMEDIA kurang pas deh…..adegannya terlalu berdarah-darah gitu, kan cocoknya rating dewasa tapi kok remaja yah? kalau pendapat ESRB mungkin lain (yaaah mereka kan urus game…) soalnya ELEX kan berburu pembeli enggak peduli yang baca anak lima tahun apa bukan……….

    tapi pendapat sampean bagus kok…banyak kata sulit yang saya enggak ngerti 😀 main yah?

  3. Ardyan M. Erlangga Says:

    Well, salam kenal juga. akhirnya ada juga yang menanggapi posting awal saya. Awalnya blog ini mah sebenarnya mau concern pada film saja, tapi saya juga sadar bahwa ngomongin komik sebenarnya juga hobi saya. Ehm, soal bikin komik saya tidak bisa, tapi kalau naskah komik sering bikin. Toh melihat komik juga termasuk dalam aktivitas melihat yang saya maksudkan sebagai tema besar blog absurd ini.

  4. Ardyan M. Erlangga Says:

    Kapan sih rating di Indonesia jalan? Dengan tingkat kesadaran yang rendah akan parenting activity, rasanya sistem adopsi barat cukup sulit berfungsi di negara kita. Barangkali kalau komik ada label halal/haram, masyarakat akan jadi lebih selektif (Who knows?).

Tinggalkan komentar